Hukum
Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk
penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam
berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam
hukum pidana
Hukum
perdata
disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai
lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka
hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda,
kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Menurut
ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata terbagi ke dalam 4 kelompok yaitu:
Hukum
perorangan (Personenrecht)
Beberapa
ahli hukum menyebutnya dengan istilah hukum pribadi. Hukum perorangan adalah
semua kaidah hukum yang mengatur mengenai siapa saja yang dapat membawa hak dan
kedudukannya dalam hukum. Hukum perorangan terdiri dari:
- Peraturan-peraturan
tentang manusia sebagai subjek hukum, kewenangan hukum, domestik dan
catatan sipil.
- Peraturan-peraturan
tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-haknya itu.
- Hal-hal
yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan tersebut.
Hukum
Keluarga (Familierecht)
Merupakan
semua kaidah hukum yang mengatur hubungan abadi antara dua orang yang berlainan
jenis kelamin dan akibatnya hukum keluarga sendiri dari:
- Perkawinan
beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri.
- Hubungan
antara orang tua dan anak-anaknya.
- Perwalian.
- Pengampuan.
Hukum
harta kekayaan (Vermogensrecht)
Hukum
harta kekayaan adalah semua kaidah hukum yang mengatur hak-hak yang didapatkan
pada orang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai uang. Hukum harta
kekayaan terdiri dar:
- Hak
mutlak, adalah hak-hak yang berlaku pada semua orang.
- Hak
perorangan, adalah hak-hak yang hanya berlaku pada pihak tertentu.
Hukum
Waris
Hukum
waris merupakan hukum yang mengatur mengenai benda dan kekayaan seseorang jika
ia meninggal dunia.
Meskipun
demikian, Burgerlijk wetboek atau kitab undang-undanag hukum perdata yang
merupakan sumber hukum perdata utama di Indonesia memiliki sistematik yang
berbeda
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda
pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang
tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan asas konkordansi.
Karena Belanda pernah menjajah
Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di
wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan
dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia
dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan
keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping
telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann
sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi
tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C.
Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke
negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti
oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J.
Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr.
A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut
juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J.
Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither
dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi
KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena
KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt.
Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan
berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka
berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda
tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab
Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya
berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda
atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.
Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia
sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok
Agraria No.5 Tahun 1960.
Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab
undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian
yaitu :
- Buku I
tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga,
yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki
oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya
UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II
tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur
hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda,
antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan
benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud
yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai
benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya
hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai
penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku
III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang
disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna
yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara
subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis
perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari
adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai
acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV
tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam
hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Keadaan
Hukum Di Indonesia Sistematika
Hukum Perdata Di Indonesia
Kondisi Hukum di
Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik
diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum , kesadaran hukum ,
kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses
berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik
begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia.
Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat
dibeli, yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak
pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di
masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak
dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil.
Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas belaka tetapi tetapi
juga dipermainkan seperti barang dagangan . Hukum yang seharusnya menjadi alat
pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena
didorong oleh perangkat hukumyangmorat-marit.
Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum di
peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan
merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini.
Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak
dibawah umur saudara Hamdani yang ‘mencuri’ sandal jepit bolong milik
perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga
butir kakao di Purbalingga, serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua
biji semangka langsung ditangkap dan dihukum seberat beratnya. Sedangkan
seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara
dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang
hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan
dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan
menunda-nuda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari
tokoh-tokoh Negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu nyata. Contohnya
saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader
dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi hanya dikenai 6
tahun penjara, kasus Bank Century dan yang masih hangat saat ini Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK), Akhil Mochtar ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan. Dalam
operasi itu, KPK telah menyita uang dollar Singapura senilai Rp 3 miliar yang
menunjukkan penegakan hukum di bangsa Indonesia dalam kondisi awas, hampir
semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum mencapai keputusan yang
jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan Negara dan masyarakat
kita. Kapankan ini semua akan berakhir ?
Kondisi yang demikian buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap
kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum
yang memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Merusak
keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah
melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus
dihindari bukan tidak tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi
taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa
perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkhis
atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.
Dengan kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan
melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan
negara harus sudah memiliki kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan
seperti apa yang dicita citakan pendiri bangsa ini . Namun menta dan moral
korup yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistim
hukum dan tujuan hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum
yang baik , menurut penulis , sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum merupakan
karakter atau jati diri bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi
dari Pancasila dan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 .dengan situasi dan
kondisi seperti sekarang ini norma dan kaidah yang telah bergerasar kepada rasa
egoisme dan individual tanpa memikirkan orang lain dan inilah nilai ketidakadilan
akan meningkatkan aksi anarkhisme, kekerasan yang jelas-jelas tidak sejalan
dengan karakter bangsa yang penuh memiliki asas musyawarah untuk mufakat
seperti yang terkadung dan tersirat dalam isi Pancasila .
Sumber :